RESPONDING PAPER 2
Perkembangan Agama Hindu dan Budha Di Indonesia
A. Pasca Kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia
Kerajaan Budha terakhir adalah Sriwijaya, awal kemunculan kerajaan ini masih belum
diketahui secara jelas pada tahun berapa. Namun, banyak para ilmuwan yang menemukan bukti
keberaaan kerajaan ini dari abad XIV. Menurut ahli arkeologi Amerika Bennet Bronson,
mengemukakan suatu hipotesis bahwa Sriwijaya tidak mungkin terlerak disekitar sungai Musi
karena situs-situs di situ hanya menunjukkan menunjukkan sisa permukiman dari abad XIVXVII.
Kebanyakan data arkeologi menyatakan bahwa sekitar daerah Bukit Sigunang dan daerah
pertemuan antara sungai Musi, Ogan, dan Kramasan, tidak terlalu jauh dari sebuah “Keraton
diantara tahun 682-1082. Pakar arkeologi yang pertama kali memperkenalkan Sriwajaya ke
dunia ilmu pengetahuan adalah George Coedes dalam telaahnya mengenai prasasti kota Kapur
yang ditemukan di pulau Bangka pada tahun 1898.
Pada akhir abad ke 12 di pantai Timur Sumatera terdapat negara Islam Perlak, nama itu
dijadikan Peureulak didirikan oleh pedagang asing dari Mesir, Maroko, Persi, dan Gujarat yang
menetap disitu sejak awal abad ke 12. Pendirinya dalah orang Arab keturunan Quraisy. Pedagang
Arab itu kawin dengan putri keturunan pribumi, keturunan raja Perlak. Dari perkawinan itu ia
mempunyai anak yang menjadi sultan pertama di kerajaan Perlak yang bernama Sayid Abdul
Aziz.5
Akibat dari adanya kontak dagang dengan kerajaan-kerajaan di Timur Tengah daerah asal
perkembangan agama Islam pada masa itu menyebar luas lama kelamaan di daerah pesisir
Sumatera muncul kelompok masyarakat yang yang beragama Islam, hal ini salah satu faktor
yang menimbulkan melemahnya dominasi Sriwijaya. Selain itu karena jalur sutra selalu ramai
maka timbul beberapa bandar penting seperti Samudera Pasai yang menjadi kerajaan Islam
pertama di Nusantara.
Selanjutnya Kerajaan sunda makin melemah setelah diperintah oleh Prabu Ratudewata (1535-1543).
Ia hanya hidup sebagai raja pendeta dan tidak menghiraukan keadaan rakyatnya. Pada masa
pemerintahannya banyak terjadi serangan tentara Islam yaang berusaha merebut ibukota
kerajaan. Serangan-serangan itu dipimpin oleh Maulana Hasanuddin (1479-1568), diangkat
menjadi penguasa Banten setelah banten dikalahkan oleh tentara Islam tahun 1526).
Pengganti Prabu Dewata, Sang Ratu Saksi, berkuasa selama 8 tahun (1543-1551) dan
meninggal di pangpelangan, kemudian digantikan oleh Tohaan Di Majaya (1551-1567). Ia
mengutamakan kesenangan pribadi tanpa mengindahkan rakyatnya. Hal itu hanya mempercepat
kehancuran kerajaan Sunda. Oleh karena itu, pada masa pemerintahan Nusiya Mulia (1567-
1579), kerajaan kerajaan sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Pada akhir pemerintahannya,
kerajaan sunda dikalahkan oleh pasukan Islam. Satu persatu daerah Rajagaluh, Kalapa, Pakuan,
Galuh, Datar, Mandiri, Jawakapala, Gegelang, dan Salajo berhasil ditaklukan. Demikian Patege
atau Portugis sendiri dikalahkan oleh islam, bersamaan dengan runtuhnya kerajaan sunda, salah
satu benteng terakhir budaya Hindu-Buddha di Indonesia, sekitar tahun 1579.
B. Masa Penjajahan Sampai Kemerdekaan
Sampai akhir abad ke 16 tidak
ada bangsa Eropa selain orang-orang Portugis yang mengetahui jalan pelayaran tersebut. Pada
tahun 1595 rahasia pelayaran ke Negara-Negara Timur melalui Tanjung Harapan itu dibocorkan
oleh seorang Belanda Jan Huygen Van Linschoten. Setelah itu Belanda melakukan ekspedisi
mengarungi lautan Hindia pada tahun 1597 di bawah pimpinan Jacob Van Neck mereka tiba di
pelabuhan Banten karena orang Banten sedang menghadapi sengketa dengan orang Portugis
maka Belanda mengambil alih dari kejadian inilah terjadinya penjajahan Belanda di Indonesia. Pada zaman penjajahan di Indonesia hanya dikenal tiga nama agama yaitu agama Islam,
Kristen Protestan, dan Katolik. Sedangkan agama Buddha tidak disebut-sebut. Ini merupakan
sikap politik Hindia Belanda pada waktu itu. Bisa dilihat dari anggapan tersebut seakan-akan
Buddha sudah sirna di Indonesia namun manifestasi agama Buddha dalam budaya dan tradisi
masih ada dan banyak ditemui di Indonesia. Pada saat itu para terpelajar Hindia Belanda dan
Indonesia membuat perhimpunan Theosofi Indonesia. Setelah merdeka menjadi perintis
kebangkitan kembali Agama Buddha di Indonesia. Pemuda Theosofi yang mendirikannya.Sekitar waktu yang sama, terjadi serangkaian pembunuhan oleh massa muslim ekstrimis terhadap orangorang yang diduga mempraktikkan metode penyembuhan tradisional Jawa dengan cara magis. Dalam hal Afiliasi Politik, kebanyakan praktisi 'kejawen' kontemporer dan pemeluk-pemeluk baru agama Hindu telah menjadi anggota PNI lama, kemudian bergabung dengan partai nasionalis baru Megawati Soekarnoputri, Puteri dari Soekarno.[1]
C. Hindu dan Buddha Pada Masa Reformasi Hingga Sekarang
KASI adalah perhimpunan Sangha-Sangha (Persaudaraan Para Bhikkhu-Bhiksu) dalam
suatu persidangan (konferensi) Agung, dengan berpedoman pada kitab suci agama Buddha
(Tipitaka Pali, Tripitaka Mahayana, Tripitaka Tibet/Kanjur), lembaga ini sebagai pengambilan
keputusan berpedoman Dhamma (Dhammaniyoga). Meskipun KASI merupakan perhimpunan
Sangha-Sangha yang anggota pengurusnya adalah para Bhikkhu/Bhiksu, namun KASI juga tetap
melibatkan umat awam sebagai pembantu para Sangha. Pada hari rabu tanggal 4 Agustus 1999 pukul 14.00, konferensi Agung Sangha Indonesia
(KASI) beserta pimpinan majelis-majelis agama Buddha yang terkait dengan KASI akan
bertemu dengan Menteri Agama, Prof. Drs. Malik Fadjar, Msc. Majelis-majelis agama Buddha
yang terkait dengan KASI adalah majelis Buddhayana Indonesia (MBI), Majelis Agama Buddha
Mahayana Indonesia (MAJABUMI), Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia (Magabudhi),
dan Majelis Agama Buddha Tridharma Indonesia.25
Dalam kesempatan itu KASI melaporkan kepada Menteri Agama bahwa setelah
Perwalian umat Buddha Indonesia (WALUBI-Lama) dibubarkan pada tanggal 6 November
1998, maka pada tanggal 14 november 1998 ketiga Sangha yang ada di Indonesia, yaitu: Sangha
Agung Indonesia, Sangha Theravada Indonesia, dan Sangha Mahayana Indonesia telah
berhimpun dalam wadah independen Konferensi Agung Sangha Indonesia (KASI). Dalam pertemuan dengan Menteri Agama, juga dilaporkan beberapa kegiatan KASI,
antara lain: mengikuti rapat kerja II Komite Eksekutif VI World Buddhist Sangha Council
(WBSC) di Sri Lanka pada tanggal 17-22 April 1999 dan mengadakan Waisak bersama SeSumatera
Utara di Medan. Pimpinan World Buddhist Sangha Council (WBSC) menyambut
dengan gembira terbentuknya KASI, sekaligus juga mengangkat Y.M. Bhikkhu Ashin. Posisi KASI sebagi lembaga ulama agama Buddha menjadi semakin kuat semenjak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang berlangsung pada 20 Oktober 1999 sampai pada 23 Juli 2001. Dukungan Gus Dur kepada KASI tercermin dalam keikutsertaan beliau sebagai tamu undangan dalam setiap acara keagamaan yang diselenggarakan oleh KASI, termasuk dalam setiap perayaan Waisak. Sebaliknya, Walubi-Baru tidak mendapatkan dukungan dari Presiden RI Ke-4 tersebut.[2]
Semua praktisi agama Hindu Dharma berbagi kepercayaan dengan banyak orang umum,
kebanyakan adalah Lima Filosofi: Panca Srada. Ini meliputi kepercayaan satu Yang Maha Kuasa
Tuhan, kepercayaan di dalam jiwa dan semangat, serta karma atau kepercayaan akan hukuman
tindakan timbal balik. Dibanding kepercayaan atas siklus kelahiran kembali dan reinkarnasi,
Hindu di Indonesia lebih terkait dengan banyak sekali yang berasal dari nenek moyang roh.
Sebagai tambahan, agama Hindu disini lebih memusatkan pada seni dan upacara agama
dibanding kitab, hukum dan kepercayaan.37
Menurut catatan, jumlah penganut Hindu di Indonesia pada tahun 2006 adalah 6,5 juta
orang), sekitar 1,8% dari jumlah penduduk Indonesia, merupakan nomor empat terbesar. Namun
jumlah ini diperdebatkan oleh perwakilan Hindu Indonesia, Parisada Hindu Dharma Indonesia
(PHDI). PHDI memberi suatu perkiraan bahwa ada 18 juta orang penganut hindu di Indonesia.
Sekitar 93 % penganut Hindu berada di Bali. Selain Bali juga terdapat di Sumatera, Jawa,
Lombok, dan Pulau Kalimantan yang juga memiliki populasi Hindu cukup besar, yaitu di
Kalimantan Tengah, sekitar 15,8 % (sebagian besarnya adalah Hindu Kaharingan, agama lokal
Kalimantan yang digabungkan ke dalam agama Hindu).
D. Perbedaan dan Persamaan Hindu Buddha di Indonesia dan di India
Upacara
Hindu Dharma
1. Manusa Yadnya: Otonan, potong gigi, perkawinan
Manusa Yadnya adalah suatu upacara suci atau pengorbanan suci demi
kesempurnaan hidup manusia. Di dalam pelaksanaan upacara Manusa Yadnya masalah
tempat, keadaan, dan waktu sangat penting. Secara umum upacara itu dilaksanakan pada
saat anak mengalami masa peralihan. Sebab ada anggapan bahwa pada saat-saat itulah
anak dalam keadaan kritis, sehingga perlu diupacarai atau diselamati. Dalam
menyelenggarakan segala usaha serta kegiatan spiritual tersebut masih ada lagi kegiatan
dalam bentuk yang lebih nyata demi kernajuan pendidikan, kesehatan dan lain-lain guna
persiapan menempuh kehidupan bermasyarakat. Tujuan dari Manusa Yadnya atau Sarira
Samskara adalah untuk menyucikan diri lahir bathin (pamari sudha raga) dan memohon keselamatan dalam upaya peningkatan kehidupan spiritual menuju kebahagian baik di dunia maupun di alam niskala.59
2. Pitra Yadnya: Ngaben
Pitra yadnya adalah suatu upacara pemujaan dengan hati yang tulus ikhlas dan
suci yang di tujukan kepada para Pitara dan roh-roh leluhur yang telah meninggal dunia.
Pitra yadnya juga berarti penghormatan dan pemeliharaan atau pemberian sesuatu yang
baik dan layak kepada ayah-bunda dan kepada orang-orang tua yang telah meninggal
yang ada di lingkungan keluarga sebagai suatu kelanjutan rasa bakti seorang anak (
sentana) terhadap leluhurnya. Pelaksanaan upacara Pitra Yadnya di pandang sangat
penting, karena seorang anak (sentana) mempunyai hutang budi, bahkan dapat di
katakana berhutang jiwa kepada leluhurnya.60
Ada beberapa upacara yang termasuk pelaksanaan Upacara Pitra Yadnya, yaitu
Upacara Penguburan Mayat, Upacara Ngaben dan Nyekah.61
a. Upacara Penguburan Mayat.
Upacara ini meliputi proses penguburan dari sejak upacara memandikan
mayat, memendem ( menanam ) sampai pada upacara setelah mayat di tanam atau
di pendem.
b. Upacara Ngaben.
Upacara ini adalah penyelesaian terhadap jasmani orang yang telah
meninggal. Upacara ngaben disebut pula upacara pelebon atau Atiwa-tiwa dan
hanya dapat dilakukan satu kali saja terhadap seseorang yang meninggal.
Tujuannya adalah untuk mengembalikan unsur-unsur jasmani kepada asalnya
yaitu Panca Maha Bhuta yang ada di Bhuana Agung. Jenis-jenis Upacara Ngaben
adalah:63
1. Sawa Wedana, adalah pembakaran yang secara langsung di mana mayat orang
meninggal langsung di bawa kekuburan ( setra ) untuk di bakar.
2. Asti Wedana, adalah suatu upacara yang di lakukan setelah selesai upacara
pembakaran mayat, kemudian tulang-tulang yang telah menjadi abu di hanyut ke
laut atau ke sebuah sungai yang bermuara ke laut.
3. Swasta Wedana, adalah suatu upacara pembakaran atas mayat yang tidak lagi
dapat di ketemukan, sehingga mayat tersebut dapat di wujudkan dengan kuasa (
lalangan ), air dan lain-lainnya.
4. Ngelungah, adalah upacara pembakaran mayat yang masih kanak-kanak atau
yang belum tanggal gigi. Atma Wedana, adalah upacara pengembalian atma dari
alam Pitara ke alam Hyang Widhi. Upacara ini di sebut juga dengan “ Upacara
Nyekah “, yang bertujuan untuk meningkatkan kesucian dan kesempurnaan atma
orang yang meninggal agar dapat kembali ke asalnya64
Hindu Di India
1. Manusa Yadnya: kelahiran, perkawinan, dsb.
2. Pitra Yadnya: Pemakaman, Ziarah
Pola Hidup
Banyak pengikut Hindu Saiwa di India yang vegetarian. Sementara di kalangan Hindu Dharma,
jarang sekali yang vegetarian. Ini karena Hindu Dharma berasal dari aliran Siwa Sidhanta, di
mana aliran ini hanya mengajarkan pokok-pokok dari Hindu Saiwa. Hindu di India mempraktekkan pancawarna (Brahmana, Ksathrya, Waisya, Sudra, dan Paria), sedangkan Hindu Dharma mempraktekkan Caturwarna (Brahmana, Ksathrya, Waisya, Dan
Sudra)
Komentar
Posting Komentar