Langsung ke konten utama

Peta Jalur Pelayaran Antara India - Indonesia

(Sumber :https://www.detik.com//)


(Sumber : https://www.wikipedia.org/)


(Sumber:http://hinduismegue.blogspot.com/2012/11/sejarah-agama-hindu-periode-weda-zaman.html)




(Sumber : https://www.antaranews.com)


Melalui Jalur laut.
Para penyebar agama dan budaya hindu – Buddha yang menggunakan jalur laut datang  ke Indonesia mengikuti rombongan kapal-kapal para dagang yang biasa beraktivitas pada jalur India-Cina. Rute perjalanan para penyebar agama dan budaya Hindu Buddha, yaitu dari India menuju myamar, Thailand, semenanjung Malaya, kemudian ke Nusantara. Sementara itu, dari semenanjung Malaya ada yang terus ke Kamboja, Vietnam, cina, korea dan jepang. Di antara mereka ada yang lansung dari india menuju Indonesia dengan memanfaatkan bertiupnya angin muson barat. 
Melalui jalur darat.
Para penyebar agama dan budaya Hindu – Buddha yang menggunakan jalur darat mengikuti para pedagang melalui jalan sutra, dari India ke Tibet terus ke utara sampai dengan cina, korea, dan jepang. Ada juga yang melakukan perjalanan dari India utara menuju Banglades, myamar, Thailand, semenanjung Malaya kemudian berlayar menuju Indonesia.  dengan hal ini dapat kami simpulkan bahwa hindu buddha di indonesia bukan meruapakan agama yang melalui proses ekspansi meliter sebab tak ada bukti fisik yang menguatkan.[1]
Berdasarkan bukti-bukti sejarah diperoleh informasi bahwa masuknya Hindu ke Indonesia pada abad ke-5 M. Di antara buktinya diperoleh dari prasasti Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat yang ditemukan menggunakan bahasa Pallawa dari India Selatan. Hal tersebut menandakan bahwa pengaruh agama Hindu mulai menyebar dan dipakai di wilayah Indonesia. Adapun Informasi dan bukti permulaan masuknya agama Buddha ke Indonesia dapat dilihat dari beberapa patung Buddha yang ditemukan di beberapa tempat di Indonesia, Beberapa di antaranya yang ditemukan di Sumatra Selatan, Sulawesi Bagian sisi Selatan, dan Jawa sebelah Timur. Patung-patung Buddha yang ditemukan mirip dengan Kesenian Amarawati dari India Selatan yang bercirikan mengenakan jubah sederhana menutupi pundak sebelah kiri seperti halnya seorang pendeta yang kemudian menyer luaskan serta mengajarkan buddhaisme kepada masyarakat setempat dan di terima sekaligus di pelajari oleh mereka yang di tanamkan agama budha.[2]



[1] Khoirunnisak. Jurnal Hindu Budha dalam Sejarah Nasional. Yogyakarta , 2011  Vol.VI, No.2. Hlm. 22
[2] Suparta Ardhana. Sejarah Perkembangan Agama Hindu.  Penerbit Paramita, Denpasar, 2002. Hlm. 13-16


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seni Sastra Dari Masa Hindu-Buddha

SENI SASTRA DARI MASA HINDU – BUDDHA   >> http://jendelahindu-buddha.blogspot.com/2011/11/hasil-seni-sastra-dari-masa-hindhu.html Hasil sastra  berbentuk prosa atau puisi : 1.  Tutur pitutur (kitab keagamaan). Jawa dan Kejawen seolah tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Kejawen bisa jadi merupakan suatu sampul atau kulit luar dari beberapa ajaran yang berkembang di Tanah Jawa, semasa zaman Hinduisme dan Budhisme.  Dalam perkembangannya, penyebaran Islam di Jawa juga dibungkus oleh ajaran-ajaran terdahulu, bahkan terkadang melibatkan aspek kejawen sebagai jalur penyeranta yang baik bagi penyebarannya. Walisongo memiliki andil besar dalam penyebaran Islam di Tanah Jawa. Unsur-unsur dalam Islam berusaha ditanamkan dalam budaya-budaya Jawa, yaitu:             Pertunjukan wayang kulit, dendangan lagu-lagu jawa, ular-ular (patuah yang berupa filsafat), cerita-cerita kuno, hingga upacara-upacara tradisi yang dikembangkan, khususnya di Kerajaan Mataram (Yogya

Sejarah Pura Tribhuana Agung

Sejarah Pura Tribhuana Agung (Sumber : Dokumentasi Pribadi) Asal Mula Pura Tribhuana Agung yakni Sebelum menjadi Pura Tri Bhuana Agung, tahun 1982 umat Hindu di Depok ini memperoleh tanah hibah dari Perumnas Cab. III seluas 1.000 meter Pembangunan pura ini dimulai tahun 1985 secara bertahap sesuai kemampuan umat pada Tanggal 8 Oktober 1994 diresmikan melalui Upacara Ngenteg Linggih. Arti dari Tribhuana Agung sendiri yaitu tiga Jalan untuk mencapai Moksa adalah Dharma atau kebenaran yang merupakan nafas Kehidupan, Pendekatan terhadap sang hyang widji wasa yaitu melakukan Pelatihan Rohani, dan Kesucian atau Puncak Moksa Dimana Manusia Berhasil Menyatu dengan Sang hyang Widhi (Tuhan). Secara Arsitektur Pura Tersebut Mengutamakan Kearifan Lokal Bali Struktur Tatanan Dalam Bangunan Tempat sang Hyang Widhi Wasa ada tiga tingkatan yaitu Tingkatan dasar berarti Bumi, tengah / badan bangunan adalah jalan mencapai Moksa dan Tingkatan teratas disebut Astana yang merupakan tempat