SISTEM KEMASYARAKATAN, PEMERINTAHAN,
FILSAFAT DAN KEPERCAYAAN PADA MASA HINDU – BUDDHA DI INDONESIA
1. Sistem Kemasyarakatan.
Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat
di anak benua India. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini
pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya
pada masa keruntuhan Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama
Islam dan juga Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di
Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau
Jawa,Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis -
Sidrap) Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat
dilihat dalam organisasi politik, yaitu sistem pemerintahan yang berkembang di
Indonesia setelah masuknya pengaruh India. Dengan adanya pengaruh kebudayaan
India tersebut maka sIstem pemerintah yang berkembang di Indonesia adalah
bentuk kerajaan yang diperintah oleh seorang raja secara turun-temurun.
Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai
dewa atau dianggap keturunan dewa keramat sehingga rakyat sangat memuja raja
tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang memerintah
singasari, seperti kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa, dan Raden Wijaya
Raja Majapahit diwujudkan sebagai Harihara (Dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu). Pemerintahan
seorang raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turun-temurun seperti di
India dan ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah. Prinsip musyawarah
diterapkan terutama apabila raja tidak mempunyai putra mahkota seperti
yang terjadi di kerajaan majapahit, pada waktu pengangkatan Wikramawardana.
Wujud akulturasi disamping terlihat alam sistem pemerintahan juga terlihat
dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat berdasarkan
sistem kasta.
Sistem kasta menurut kepercayaan hindu
terdiri atas kasta Brahmana (golongan pendeta), kasta Kesatria (golongan
prajurit dan bangsawan), kasta Waisya (golongan pedagang), dan kasta Sudra
(golongan rakyat jelata). Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai
oleh umat Hindu Indonesia, tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada
di India. Hal itu dikarenakan kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh
aspek kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian. Di Indonesia kasta
hanya diterapkan untuk upacara keagamaan.[1]
2. Sistem Pemerintahan
Pengaruh India di Indonesia dalam sistem
pemerintahan, adalah adanya sistem pemerintahan secara sederhana. Setelah
pengaruh India masuk, kedudukan pemimpin tersebut diubah menjadi raja serta
wilayahnya disebut kerajaan. Rajanya dinobatkan dengan melalui upacara
Abhiseka, biasanya namanya ditambah “warman”. Contoh: di Kerajaan Kutai, Taruma
dan sebagainya.
Bukti akulturasi di bidang pemerintahan,
misalnya : raja harus berwibawa dan dipandang punya kesaktian (kekuatan gaib),
seperti para Raja disembah menunjukkan adanya pemujaan Dewa Raja. Dalam
perkembangan sejarah selanjutnya maka untuk menunjukkan adanya kekuasaan
tertinggi pada beberapa wanua mereka mengangkat seorang penguasa tertinggi yang
telah mampu menunjukkan kekuasaan dan wewenangnya. Pengangkatan itu memerlukan
suatu upacara penobatan dan dilakukan oleh pemimpin agama. setelah menerima
gelar abhiseka, selanjutnya mereka itu memakai gelar ratu, sang ratu, raja,
Maharaja, Sri maharaja dan lain-lainnya.[2]
3. Sistem Filsafat
Akulturasi filsafat Hindu Indonesia
menimbulkan filsafat Hindu Jawa. Misalnya, tempat yang makin tinggi makin suci
sebab merupakan tempat bersemayam para dewa. Itulah sebabnya raja-raja Jawa
(Surakarta dan Yogyakarta) setelah meninggal dimakamkan di tempat-tempat yang
tinggi, seperti Giri Bangun, Giri Layu (Surakarta), dan Imogiri (Yogyakarta).
Pengamatan atas sumber-sumber sejarah
Indonesia Kuna memberi petunjuk bahwa hampir sebagian besar raja-raja pada
zaman Bali kuno mengaku dirinya sebagai keturunan Wisnu. Misalnya raja Anak
Wungsu mengaku dirinya inkarnasi dewa hari (saksat mira harimurti). Hari
sebenarnya adalah nama lain dari dewa Wisnu. Walaupun demikian, ini tidak
berarti bahwa pemujaan kepada dewa-dewa Trimurti lainnya terutama Dewa Siwa,
dilupakan pada masa itu. Hal ini dapat diketahui karena hampir setiap prasasti
yang dikeluarkan oleh sang raja didalamnya terdapat ungkapan yang menyamakan
atau mensejajarkan kedudukan baginda dengan Dewa Harimurti, dimana Dewa Hari
atau Wisnu pada hakekatnya sama dengan Dharma.[3]
4. Religi/Kepercayaan
Sistem kepercayaan yang berkembang di
Indonesia sebelum agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang
berdasarkan pada animisme dan dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu-Buddha ke
Indonesia, masyarakat Indonesia mulai menganut atau mempercayai agama –agama
tersebut. Agama Hindu dan Buddha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami
perpaduan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, atau dengan kata lain
mengalami sinkritisme (bagian dari proses akulturasi yang berarti perpaduan dua
kepercayaan yang berbeda menjadi satu). Itu sebabnya agama Hindu dan Buddha
yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu –Buddha yang dianut
oleh masyarakat India. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat dalam upacara
ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Buddha yang ada di Indonesia.
Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, ternyata
upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.
Kepercayaan asli bangsa Indonesia adalah
animisme dan dinamisme. Percaya adanya kehidupan sesudah mati, yakni sebagai
roh halus. Kehidupan roh halus memiliki kekuatan maka roh nenek moyang dipuja.
Masuknya pengaruh India tidak menyebabkan pemujaan terhadap roh nenek moyang
hilang. Hal ini dapat dilihat pada fungsi candi. Fungsi candi di India sebagai
tempat pemujaan. Di Indonesia, selain sebagai tempat pemujaan, candi juga
berfungsi sebagai makam raja dan untuk menyimpan abu jenazah raja yang telah
wafat. Dapat terlihat adanya pripih tempat untuk menyimpan abu jenazah, dan
diatasnya didirikan patung raja dalam bentuk mirip dewa. Hal tersebut merupakan
perpaduan antara fungsi candi di India dengan pemujaan roh nenek moyang di
Indonesia.[4]
Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang dua benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka memiliki keuntungan, yaitu:
- Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,
- Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar,
- Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan
- Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.
[1] I wayan Suarjaya Dkk. Sejarah Perkembangan
Agama Budha. CV. Dewi Kayana Abadi, Jakarta, 2003. Hlm. 299
[4] Romdhon Dkk. Agama-Agama Di Dunia. IAIN Sunan Kalijaga
Press, Yogyakarta 1988.
Hlm. 150
Komentar
Posting Komentar