RESPONDING PAPER 5
Ajaran Hindu Dharma Tentang Manusia
dan Alam
A. Penciptaan Manusia
Manusia
menurut ajaran agama Hindu terdiri dari tubuh dan jiwa atau roh. Tubuh
merupakan wujud yang kelihatan dan yang bersifat fana. Ada saatnya nanti tubuh
ini mengalami kebinasaan. Sedangkan jiwa atau roh itu bersifat kekal. Hal ini
dapat dilihat dari petikan kitab Bhagawad Gitta II.16 dan Bhagawad Gitta II. 20
di bawah ini:
"Apa yang tak akan pernah ada;
apa yang ada tak akan pernah ada; apa yang ada tak akan pernah berhenti ada;
keduanya hanya dapat dimengerti oleh orang yang melihat kebenaran. Yang tak
pernah lahir dan mati; juga setelah ada tak akan berhenti ada, tidak
dilahirkan, kekal, abadi, selamanya, tidak mati dikala tubuh jasmani
mati." Dalam agama Hindu diajarkan bahwa penciptaan manusia melalui Sari
pancamahabhuta yang bersatu dengan bumi kemudian menciptakan sadrasa (enam
rasa), yaitu: rasa manis, pahit, asam, asin, pedas, dan sepat. Kemudian
unsur-unsur ini bercampur dengan unsur-unsur yang lain, yaitu cita, budhi,
ahangkara, dasendrya, pancatanmatra, dan pancamahabhuta. Pencampuran ini
menghasilkan dua unsur benih kehidupan, yaitu mani wanita (swanita) dan mani
laki-laki (sukla). Kedua unsur benih kehidupan itu bertemu. Pertemuannya
terjadi seperti halnya dengan pertemuan purusa dan prakrti, serta melahirkan
manusia. Sebelum menciptakan manusia, Tuhan Yang Maha Esa, menciptakan mulai
dari yang paling halus menuju yang paling kasar, yaitu menciptakan Dewa-dewa
(malaikat), Gandharwa, Pisaca, Raksasa, Yakosa dan sejenisnya, kemudian baru
mahluk-mahkluk berbadan kasar seperti manusia dan binatang. Manusia pertama
disebut Manu, atau Swayambhu yang artinya: Mahluk berfikir yang menjadikan
dirinya sendiri. Dari kata Manu sekarang ini berkembang menjadi kata manusya
(manusia) yang berarti: keturunan manu.
Dalam
zaman Brahmana diuraikan bahwa manusia terdiri dari dua bagian, yaitu bagian
yang tampak dan tak nampak. Bagian yang tampak disebut rupa, yang tersusun dari
lima unsur, yaitu: rambut, kulit, daging, tulang, dan sum-sum. Bagian yang
tidak nampak disebut nama, terdiri dari unsur-unsur yang menentukan hidup.
yaitu: nafas (prana atau atman), akal (budhi), pemikiran (manas), penglihatan
(caksu), dan pendengaran (strotra). Manusia memiliki lima alat pengindraan
(Buddhendriya), yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba.
Juga memiliki lima alat bertindak (karmendriya), yaitu: tangan, alat melahirkan
(upastha), alat mengeluarkan (payu), kaki, lidah. Dalam diri manusia terdapat
atman yang merupakan percikan dari sifat-sifat sang hyang widhi, meskipun
demikian manusia tidaklah sempurna,
fana, dapat mati. Hal ini disebabkan karena Atman dipenjarakan di dalam tubuh,
yang mengakibatkan manusia dikuasai oleh awidya. Akibat awidya lebih lanjut
ialah manusia dikuasai oleh hukum karma dan samsara, kelahiran kembali
(purnabhawa). Hukum karma tadi dapat menyebabkan orang dilahirkan kembali
sebagai manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan. Jika orang dilahirkan kembali
sebagai manusia, hal itu adalah suatu keuntungan yang besar, sebab kelahiran
kembali sebagai manusia memberi kesempatan untuk meningkatkan kesempurnaan
hidup, guna mengatasi kesengsaraan. Itulah sebabnya dewa-dewa pun perlu
dilahirkan kembali sebagai manusia dulu, agar dapat mencapai kebebasan abadi
(nirwana).[1]
B. Penciptaan Alam
Proses
penciptaan alam semesta berawal dari tidak ada apa-apa, yang ada hanya Tuhan
Yang Maha Esa (Paramasiwa/Nirguna Brahma/Tuhan Tidak berbentuk), sunyi, kosong,
gelap, sepi dan hampa. Kemudian Tuhan mewujudkan diriNya menjadi
Sadasiwa/Saguna Brahma (Tuhan berwujud) yang merupakan penunggalan dari Purusa
(unsur dasar kejiwaan) dan Pradana (unsur dasar kebendaan). Baik Purusa maupun
Prakerti keduanya adalah tanpa permulaan, sifatnya tidak dapat diamati. Penyatuan
keduanya (unsur dasar kejiwaan dan unsur dasar kebendaan) melahirkan Tiga sifat
yang disebut Triguna yaitu :
Satwam: sifat dasarnya tenang,
terang dan menerangi.
Rajas: sifat dasarnya aktif dan
dinamis.
Tamas: sifat dasarnya berat dan
gelap, statis.
Alam ini dipandang oleh Hinduisme
sebagai diciptakan oleh dewa Brahma berkali-kali, setelah berkali-kali mengalami
kehancuran akibat kekuatan penghancur dari Siwa Mahakala. Dalam tiap-tiap
penciptaan terdapat zaman-zaman yang mengandung 4 tingkatan (periode), yaitu:
1. Kreta Yoga, adalah zaman terdapatnya
kebahagiaan abadi.
2. Dvapara Yoga, adalah zaman mulai
timbulnya dosa/noda-noda.
3. Treta Yoga, adalah zaman yang penuh
sengsara dan merajalelanya dosa-dosa.
4. Kali Yoga, adalah zaman yang penuh dengan
kejahatan yang banyak menimpa umat manusia.
Akhirnya
sebagai periode penutup, maka timbullah masa Pralaya yaitu kehancuran total
dari pada alam. Tetapi sesudah itu dewa Brahma menciptakan lagi dunia baru yang
dimulai pada Malam Brahma yang digambarkan sebagai malam gelap gulita. Menurut
pandangan agama Hindu terhadap alam semesta serta mahluk/manusia ciptaan Maha
pencipta Sang Hyang Widhi ini, bahwa sebelum Hyang Widhi mencipta, sebenarnya
tiada terdapat suatu apapun di alam semesta ini. Pustaka Upanisada
(Brihad-aranyaka dan Chandogya-Upanisada) mengatakan: “sebelum diciptakan alam
ini tidak ada apa-apa. Sebelum alam diciptakan hanya Hyang Widhi yang ada. Maha
Esa dan tidak ada duanya”. Ciptaan Hyang Widhi adalah merupakan pancaran
ke-Maha-Kuasaan-Nya (Wibhuti) Hyang Widhi Wasa sendiri. Wibhuti ini terpancar
melalui tapa. Tapa adalah pemusatan tenaga fikiran yang terkeram hingga
menimbulkan panas yang memancar. Dalam pustaka Taittrriya-Upanisadha ada
disebutkan “Sang Hyang Widhi Wasa melakukan Tapa. Setelah melakukan Tapa,
terciptalah semuanya, yaitu segala apa yang ada di alam ini. Setelah menciptakan,
kedalam ciptaanNya itu Hyang Widhi menjadi satu”. Kekuatan Tapa-Nya menyebabkan
terwujudnya dunia ini. Bentuk dunia ini bulat seperti telur, maka alam semesta
ini dalam kitab Puruna disebut “Brahma-Anda” (telur Hyang Widhi). Tegasnya
Tuhan Yang Maha Esa/Sang Hyang Widhi menciptakan alam semesta ini daripada
diriNya sendiri, tetapi karena ke-Maha-Kuasaan-Nya, dirinya itu tetap sempurna.
Dalam kitab Upanisada ada diletakkan: “Dari yang sempurna lahirlah yang
sempurna, walaupun yang sempurna (Sang Hyang Widhi) diambil oleh yang sempurna
(alam semesta) tetapi sisanya (Sang Hyang Widhi) tetap sempurna adanya”. Menurut
agama Hindu tidak dapat diketahui kapan alam semesta ini diciptakan, tetapi
yang jelas adalah: Sang Hyang Widhi secara continue mengadakan ciptaan sebagai
tersebut dalam kitab suci Bhagavadgita, Bab III, sloka 24: “jika aku berhenti
bekerja, dunia ini akan hancur-lebur. Dan aku jadi pencipta keruntuhan
memusnahkan semua mahluk/manusia ini semua”
C. Hubungan Manusia dan Alam
konsep
dasar agama Hindu tentang hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan
hidup/alam dimulai dari konsep “Rta” dan “ Yadnya”. Rta Sebagai bagian imanen
(tak terpisahkan) dari alam. Manusia pada setiap tahap dalam kehidupannya
dikuasai oleh fenomena dan hukum alam.Yadnya merupakan hakikat hubungan antara
manusia dengan alam yang terjadi dalam keadaan harmonis, seimbang antara
unsur-unsur yang ada pada alam dan unsureunsur yang dimiliki oleh manusia.
Hubungan timbal balik antara manusia dan alam harus selalu dijaga, salah satu
cara yang dipakai untuk menjaga hubungan timbal balik ini.
Manusia
hidup dalam suatu lingkungan tertentu. Manusia memperoleh bahan keperluan hidup
dari lingkungannya. Manusia dengan demikian sangat tergantung kepada
lingkungan/alam semesta. Oleh karena itu manusia harus selalu memperhatikan
situasi dan kondisi lingkungannya. Lingkungan harus selalu dijaga dan
dipelihara serta tidak dirusak. Lingkungan harus selalu bersih dan rapi.
Lingkungan tidak boleh dikotori atau dirusak. Hutan tidak boleh ditebang
semuanya, binatang-binatang tidak boleh diburu seenaknya, karena dapat
menganggu keseimbangan alam. Lingkungan justu harus dijaga kerapiannya,
keserasiannya dan kelestariannya. Lingkungan yang ditata dengan rapi dan bersih
akan menciptakan keindahan. Keindahan lingkungan dapat menimbulkan rasa tenang
dan tenteram dalam diri manusia.[2]
[1] Suarjaya, I wayan Dkk. Sejarah
Perkembangan Agama Hindu Budha. Jakarta : CV. Dewi Kayana Abadi, 2003. Hal
44
[2] Darini, Ririn. Sejarah Kebudayaan
Indonesia Masa Hindu Budha. Jakarta : Pustaka obor Indonesia. 2015. Hal 117
Komentar
Posting Komentar